Selasa, 26 Juli 2016

Tauladan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib Dalam Mendidik Anak

Sebagai ujian perdana setelah berumah tangga adalah anak-anak, sebagian orangtua kadang tidak sabar menyikapi anak-anaknya, apalagi jika si-anak terlihat nakal dan nyebelin, hingga ketidak sabaran itu membuat orangtua naik pitam emosi bahkan memukulnya berlebihan. Kita lupa darah daging kita masih bisa dididik dan dimasukan pengajaran agama, dan satu hal yang terpenting, sisihkan waktu untuk merenungi nasib teman atau tetangga yang sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak, Apakah anda mau menyia-nyiakan darah daging anda yang suci itu? Tidakkah anda menginginkan anak-anak itu tumbuh kembang menjadi anak yang shaleh/shalehah yang bisa membanggakan orang tuanya? Anak bisa menjadi sebab surga atau nerakamu! Maka lindungi dan didiklah ia karena mereka adalah amanat Allah yang akan diminta pertanggung jawabannya. Didiklah anak-anak sesuai sesuai ajaran Islam, jangan berlaku kasar/ keras kecuali yang diizinkan syara’. Fleksibel dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di jaman kita, dan tetaplah memprioritaskan Agama sebagai landasan pergaulan. Rumah adalah sekolah pertama pendidikan anak. Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu ‘Anhu telah merumuskan cara memperlakukan atau mendidik anak berdasarkan jenjang umur 7 tahunan. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun) perlakukan anak sebagai raja. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun) perlakukan anak sebagai tawanan. Dan kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun) perlakukan anak sebagai sahabat. Anak Sebagai Raja (Usia 0-7 Tahun) Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya, apabila kita langsung menjawab dan menghampirinya saat ia memanggil kita- bahkan ketika kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya. Saat kita tanpa bosan mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai punggung kita saat kita kelelahan atau sakit. Saat kita berusaha keras menahan emosi di saat ia melakukan kesalahan sebesar apapun, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya. Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya. Anak Sebagai Tawanan (Usia 8-14 tahun) Kedudukan seorang tawanan perang dalam Islam sangatlah terhormat, Ia mendapatkan haknya secara proporsional, namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Usia 7-14 tahun adalah usia yang tepat bagi seorang anak untuk diberika hak dan kewajiban tertentu. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam mulai memerintahkan seoang anak untuk shalat wajib pada usia 7 tahun, dan memperbolehkan kita memukul anak tersebut (atau mengukum dengan hukuman seperlunya) ketika ia telah berusia 10 tahun jika meninggalkan shalat. Karena itu usia 7-14 tahun adalah saat yang tepat dan pas bagi anak-anak kita untuk diperkenalkan dan diajarkan tentang hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang, seperti: Melakukan sholat wajib 5 waktu, Memakai pakaian yang bersih, rapih dan menutup aurat, Menjaga pergaulan dengan lawan jenis, Membiasakan membaca Al-Qur’an, Membantu pekerjaan rumah tanngga yang mudah dikerjakan oleh anak susianya, Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari. Reward ((hadiah/ penghargaan/ pujian) dan Punishment (hukuman/teguran) akan sangat pas diberlakukan pada usia 7 tahun kedua ini, karena anak sudah bisa memahami arti dari tanggung jawab dan konsekuaensi. Namun demikian, perlakuan pada setiap anak tidak harus sama kerena every child is unique (setiap anak itu unik). Anak Sebagai Sehabat (Uusia 15-21 tahun) Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orangtua sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah. 1. Berbicara dari hati ke hati. Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa. Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akan ditayangkan dan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. 2. Memberi Ruang Lebih. Setelah measuki usia akil Baligh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita. Controlling (pengawasan) tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo’a untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk. 3. Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih beratdan lebih besar, dengan begini kelak anak-anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat diandalkan. Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik-adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola keuangannya sendiri. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita anak-anak yang shaleh shalehah dan berbakti. “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (Quran Surat Ali Imran: 38).